Ternyata, Oh, Ternyata...

Saya ingat dulu, waktu kuliah—Saya punya jam tangan ber merk. Jadi tidak heran, Saya selalu membawa jam tangan itu kemanapun saya pergi. Sampai ke kamar mandi saja, kadang saya bawa, haha…

Kehadiran jam tangan itu, membuat perubahan pada diri Saya; yang semula saya senang pakaian legan panjang, berubah menjadi penyuka pakaian lengan pendek, yang semula jarang memperhatikan waktu, jadi rajin mengecek waktu, yang semula suka film dewasa, berubah menjadi penyuka film Barbie (Entah, apa hubungannya?).

Sampai-sampai perubahan ini menyangkut perasaan dalam diri saya. Yaitu: sombong! Entah mengapa, Saya ingin orang tau, bahwa saya mempunyai jam yang mahal, sehingga kadang-kadang saya pura-pura mengecek waktu dengan memperhatikan jam tangan saya. Kalau ada orang sekitar yang bertanya, maka saya dengan senang hati akan memamerkannya dan menceritakan berapa uang yang saya habiskan untuk membeli jam tangan itu.
***
Suatu malam, saya menemani teman saya  jalan-jalan ke Mall. Saya yang saat itu tidak mempunyai uang, tidak membeli apa-apa. Sementara teman saya (DANI) membeli beberapa buku Agama. Selesai menemani teman saya, kami langsung pulang ke Asrama di mana kami tinggal.
Angkot berhenti di depan kami. Saya dan teman saya langsung masuk kedalam. Ternyata penumpangnya bukan kami saja, ada dua orang di dalamnya. Kami di minta oleh salah seoarang diantara penumpang Angkot itu untuk duduk di bagian belakang. Karena malas untuk bertengkar, kami menurut saja.
Ternyata, apa yang terjadi?
Ternyata ke dua penumpang itu adalah PERAMPOK! Dengan pisau di tangannya—ia memaksa kami, untuk mengeluarkan dompet yang kami punya! Agak lega juga hati saya, karena dompet saya tidak ada uangnya, tapi itu tidak berlaku buat teman saya, karena ia membawa uang tiga ratus ribu rupiah! Angka yang cukup besar, pada saat itu!
Tiba-tiba perampok itu berkata, “Hmm, bau apa, ini? Kamu kentut, ya?”
Saya menggelengkan kepala, “Tidak, saya tidak kentut!” jawab saya.
“Ya, sudah! Buka jaket kamu!” katanya kasar, karena merasa tidak ada yang di dapatnya dari saya.
Dengan berat hati saya menyerahkan jaket kesayangan saya, tapi kemudian dia berkata, “Saya tidak butuh jaket kamu, tapi jam tangan kamu!” katanya menunjuk jam tangan saya.
Ya, Tuhan…mengapa harus jam tangan ini yang dia mau? Kata hati saya, Mengapa bukan jaket saja? Atau mengapa tidak bulu ketek saya aja? Lumayankan, buat aroma terapi, Wkwkwkkkk…
“Cepat, lepas!” bentaknya. Karena ketakutan, akhirnya saya lepaskan juga jam tangan kesayangan saya. Sementara teman saya, diminta untuk menyerahkan bungkusan yang ada di tangannya (Berisi Buku) dan tas punggung yang melekat di badannya.
Dirasa sudah mendapatkan apa yang ia mau, kami diturunkan di tepi jalan, dari kejauhan—kami  dengar suara terbahak-bahak para perampok, “Sialan…” umpat saya.
“Sudah, iklaskan saja…” kata teman saya menenangkan.
“Dan, jam kesayangan saya diambil!” teriak saya histeris.
Di usapnya punggung saya, “Semua itu milik Tuhan, pasti juga akan kembali ke Tuhan,” katanya menasehati.
Seperti tersihir, saya menganggukkan kepala. Benar juga, pikir saya. Apa yang ada di dunia ini hanyalah titipan saja, termasuk jam tangan kesayangan saya. Mungkin Tuhan memperingatkan saya, agar tidak sombong terhadap harta yang saya miliki.
“Terimakasih,” kata saya.
“Sama-sama…” jawabnya
“Mudah-mudahan, perampok itu segera mendapat balasan,” kata saya yang masih dendam.
“Sudahkan tadi …”
“Maksudnya?” kata saya tidak mengerti.
 “Tadikan, sudah saya beri aroma terapi buat perampoknya,”
Saya menggaruk kepala saya, “Aroma terapi? Maksudnya?”
“Saya tadi yang KENTUT, i-one…” bisiknya.
Seperti tersadar, saya langsung teriak, “Oh, jadi yang kentut itu kamu? Pantasan Bau! Haha…”Olokku.
“Ssttt…diam!” katanya sambil menutup mulut saya, karena ternyata orang-orang di sekitar kami memperhatikan teman saya—Dani! Pasti dalam hati mereka bicara, Dasar tukang kentut…haha…

Loading...

Subscribe to receive free email updates: