Menilik Kebijakan Ekonomi Pemerintah Jokowi

Mengamati kebijakan Presiden Joko Widodo atau biasa dipanggil Jokowi dalam bidang ekonomi akhir-akhir ini penuh tanya? Mulai dari kebijakannya yang menaikkan harga BBM mengikuti harga pasar, membuka peluang investor asing untuk dapat memiliki properti di Indonesia, sampai dengan adanya wacana mencabut subsidi listrik dengan daya 900 watt menjadi tanda tanya? Apakah seorang presiden Republik Indonesia ini lupa pada janji-janjinya yang akan berpihak pada rakyat? Atau ini merupakan strategi untuk mensejahterakan rakyatnya sendiri?
Kita mulai dengan keberanian Presiden Joko Widodo dalam mencabut subsidi BBM. Yang mana harga BBM disesuaikan dengan harga pasar. Saya katakan berani, karena ini merupakan salah satu kebijakan yang tidak populer. Beberapa kali Presiden terdahulu harus mengandaskan impian untuk menaikkan harga BBM karena ‘ditentang’ rakyat Indonesia.
Walaupun, baru dilantik, Presiden Jokowi menaikkan harga BBM sesuai harga pasar dunia. Lalu, apakah kebijakan ini menyesengsarakan rakyat Indonesia? Jawabannya pasti beragam, bisa iya bisa tidak. Tapi, jika melihat dari sisi kemudharatan, keputusan Jokowi ini sangat beralasan. Berapa ratus miliar yang harus ditanggung pemerintah untuk mensubsidi BBM kepada ‘semua’ rakyat Indonesia, mulai dari orang yang tidak mampu sampai orang yang sangat mampu. Tentu keputusan untuk memsubsidi BBM kepada semua kalangan akan memberatkan APBN karena tidak tepat sasaran. Karena kebanyakan justru yang menikmati subsidi BBM adalah orang berada. Mulai dari penggunaan kendaraan pribadi, sampai dengan menggelapkan BBM ke luar Indonesia, yang kita tahu sendiri harga BBM diluar negeri sangat jauh lebih malah dari harga BBM di Indonesia.
sumber: www.twitter.com

Dari hasil menarik subsidi BBM tersebut, konon masyarakat miskin akan mendapat subsidi dari pemerintah yang besarannya jauh lebih besar dari pemerintah sebelumnya. Lalu, banyak timbul pertanyaan... apakah subsidi BBM itu akan tepat sasaran? bisa jadi orang berada mendapatkan bantuan pemerintah tersebut. Banyak kita saksikan orang yang mempunyai kendaraan pribadi, memiliki sejumlah perhiasan di tubuhnya ikut serta mengambil uang bantuan pemerintah tersebut. Lalu, apakah pemerintah gagal dalam penyaluran tersebut? Tergantung dari kacamata mana kita menilai. Kalau kita menilai secara negatif: pemerintah gagal, tapi jika secara kacamata obyektif kita akan menilai tidak ada sesuatupun rencana yang aplikasinya langsung berjalan lancar dan mulus. Mungkin, saat ini penyaluran dana subsidi banyak salah sasaran, tapi mudah-mudahan saja seiring berjalannya waktu penyaluran dana tersebut bisa diperbaiki sehingga penyalurannya tepat sasaran.
Persoalan kedua, dimana pemerintah mengizinkan para investror asing untuk memiliki proferti di Indonesia, ini pun menimbulkan tanda tanya? Berani-beraninya pemerintah mengizinkan hal itu. Bukankah dengan kebijakan tersebut, orang asing akan mudah mendapatkan proferti di Indonesia? Hmm, saya belum bisa menyimpulkan masalah perizinan ini. Mungkin pemerintah memikirkan nasib proferti di Indonesia yang lesu akhibat krisis yang melanda dunia, utamanya Yunani yang gagal bayar dengan IMF.
Seperti kita tahu, saking lesunya proferti di seluruh dunia, Singapura yang biasanya selalu bergairah dalam penjualan proferti harus menelan pil pahit ketika penjualan proferti di dalam negerinya turun drastis dalam beberapa tahun belakangan. Dan seperti kita tahu, Amerika pernah mengalami krisis finansial salah satu sebabnya dari proferti ini.
Ketiga, adalah adanya wacana pemerintah Joko Widodo untuk mencabut subsidi listrik 900 watt. Dimana pemerintah menyakini, masyarakat yang memakai listrik 900 watt bukanlah rakyat miskin. Karena secara analogi dengan listrik 900 watt, keluarga tersebut dalam menyalakan telivisi, kulkas, rice cooker secara bersamaan.
Walaupun kebijakan ini belum dipublikasikan, tapi bukankah dengan kebijakan ini akan menambah kurangnya daya beli masyarakat. Karena uang untuk membayar listrik akan menjadi lebih mahal, sehingga dalam pemenuhan kebutuhan pokok seperti komsumsi akan berkurang.
Sepertinya kebijakan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla berfokus pada sumber energi. Dimana memang saat ini Indonesia mengalami banyak krisis sumber energi. Seperti kita tahu, Indonesia masih tergantung pada sumber daya alam yang dimilikinya untuk memenuhi kebutuhan energinya.

Memang benar dengan menghemat sumber energi maka negara akan diuntungkan. Tapi, apa salahnya pemerintah memikirkan sumber energi jangka panjang, seperti sumber energi matahari, PLTA, atau mungkin tenaga nuklir. Ambil contoh Thailand yang sanggup mendatangkan investror karena kecerdikannya dalam mengelola energi. Thailand dianggap sebagai salah satu negara Asia yang memiliki sumber energi yang melimpah, karena memiliki sumber alternatif energi yang terbarukan.
Loading...

Subscribe to receive free email updates: