Putar Petir
Kalau ngak atas kebaikan si Ehmm,
mungkin gue gak bakal ginjekkan kaki ke Trans Studio. Selain karena males
ngeluarin uang kehal-hal gak penting (Baca: Pelit!), juga karena mikir ‘apa
asyiknya sih main di Trans Studio? Kekanak-kanakan!’
Tapi, karena Si Ehmm kebelet pengen KAWIN
ke Trans Studio akhirnya gue Eeh aja. Pada saat berada di dalam Trans
Studio mata gue melotot, hidung gue kembang-kempis, mulut gue ngeracau gak
karuan, apalagi tangan gue gak bisa diam—tunjuk sini, tunjuk sana. Bukan
berarti gue katrok ya? Gakkk…gue cuma takjub aja ama penglihatan gue*alasan
yang aneh!
“Mas…jangan tinggi-tinggi!” sebuah
suara nyaring menggema.
Karena penasaran gue sama Si Ehmm
langsung mendekati TKP.
“Gitu aja takut!” bisik gue ke Si Ehmm.
Gak lama kemudian lelaki yang teriak
tadi makin menjadi, “Mas, hentikan…”
Si Ehmm melirik gue sebentar, “Ayo kita
naik kesana.” Pintanya menarik tangan gue.
“Aduh gak usah deh, permainan anak
kecil gitu, mendingan ikut permainan lain. Yang lebih Macho, lebih dewasa dan
lebih punya tantangan!” protes gue.
Si Ehmm, bukannya berhenti, malah tetap
menarik tangan gue menuju permainan putar petir itu.
***
“Sudah siap!” Tanya Si Ehmm memainkan
matanya.
Gue balas dengan mengangkat kedua alis
gue, “Ahh, permainan gini…gapain pakai siap-siapan segala!”
Tidak lama berputarlah tempat yang gue
dudukin, pertama-tama putaran gak begitu kencang, lama-lama makin kencang,
tambah kencang…super kencang…super kencang sekali …super duper kencang
sekali…*lebay.com
Kalau hanya kencang doang gak masalah,
ternyata saudara-saudara tubuh gue dihempas-hempaskan berulang-ulang kali, yang
sukses bikin jantung gue mau copot. Tangan gue reflek memegang erat besi yang ada
didepan gue. Sementara pikiran gue melayang memikirkan hal yang tidak-tidak…bagaimana
kalau besi yang gue pegang patah, bagaimana kalau tubuh gue terpental kebawah,
bagaimana kalau mesin pengungkitnya tiba-tiba patah…Ohh…TIDAKKKK…
Ternyata siksaan belum berakhir, malah
bertambah mengenaskan! Perut gue terasa teraduk-aduk—mules. Kepala gue rasanya
berputar-putar, mata gue udah gak sanggup terbuka lagi. Akhirnya kepada Allahlah gue
mengadu. “Ya Allah selamatkan hamba-Mu ini…hamba belum siap mati muda…gue gak
mau masuk Neraka…Ya Allah tolong hamba-Mu ini…”
Rupanya doa orang yang teraniaya
langsung didengar sama Allah (Siapa yang menganiaya?), permainan putar petir
akhirnya berhenti secara perlahan. Dengan sempoyongan, gue turun dari kursi
yang gue tempatin.
“Kenapa? Kok muka kamu pucat!” Si Ehmm
kwatir.
“Ahhh, gak kok. Biasa aja kali!”
Tiba-tiba diraihnya tangan gue, “ Terus,
kenapa tangan kamu ini dingin?” Tanya Si
Ehmm lagi.
“Ohh, itu karena, T-tangan gue gak bisa… P-pegang
besi.”
Si Ehmm memicingkan matanya,
“Maksudnya?”
Agak kaget juga dapat pertanyaan
berondong dari Si Ehmm, “M-maksudnya kalau tangan gue pengang besi
pasti…pasti…”
“Pasti…” ulang si Ehmm.
Tiba-tiba datang pemikiran cemerlang
diotak gue muncul, “Pasti keringatan..ya, pasti keringatan.”
“Alesan!”, “Bilang aja, loe takut!”
katanya melepaskan tangannya dan pergi meninggalkan gue seorang diri.
“Gak kok, gue gak takut!”
“Bener…kalau gitu, ayo kita naik lagi,”
Pancingnya.
Seketika pikiran gue melayang
keperistiwa waktu naik permainan itu. Tubuh gue langsung lemes, asam lambung
gue langsung bekerja, seketika gue…Muntah!
“Gak deh…,” kata gue menyerah.
“Katanya permainan anak kecil? Gak
macho? Ternyata gitu aja takut! Dasar Cemen!” kata Si Ehmm mengolok.
Hoho…jatuhlah wibawa laki-laki perkasa seperti
gue…*NangisDijamban
Loading...